pemberdayaan perempuan dan pengembangan kepemimpinan untuk demokratisasi

SIARAN PERS Tentang Hasil Konferensi Perempuan Asia Pasifik Beijing+20

Published Date: 
Thursday, April 30, 2015

Jakarta, 24 November 2014 

Secara umum dunia internasional khususnya negara - negara di Asia Pasifik mengakui capaian Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya perwakilan Indonesia yang menjadi pembicara dalam konferensi ini.

Tampilnya perwakilan Indonesia di serangkaian acara penting ini, karena Indonesia dilihat sebagai negara yang mengalami kemajuan lebih dari negara lain di Asia Pacifik. Kemajuan yang kadang kita sendiri gagap mencatat dan mengakuinya.

Kemajuan lain, dalam pidato pernyataan sikapnya pemerintah Indonesia menyatakan akan mengeluarkan kebijakan untuk melindungi buruh migran dari masa pelatihan hingga penempatan. Setelah sekian lama buruh migran menunggu kebijakan ini karena sebelumnya buruh migran yang bekerja ke luar negeri hanya diurus oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang lebih banyak merugikan buruh migran.

Media dan perempuan merupakan salah satu isu kritis yang dibahas dalam konferensi, dimana pemerintah di negara-negara Asia dan Pasifik kemudian berkomitmen untuk menghilangkan stereotype perempuan di media, memperjuangkan nasib buruh perempuan, memberikan ruang bagi perempuan di media dan mengeluarkan kebijakan soal teknologi untuk perempuan.

Perdebatan lain dalam konferensi juga dilakukan sejumlah negara lain seperti Philipina dan negara-negara pasifik meliputi persetujuan soal pemakaian isu climate change atau climate justice.

Namun dalam konferensi ini ada banyak isu krusial yang masih harus diperjuangkan di Indonesia, seperti isu hak seksual, SOGI (Sexual Orientation Gender Identity), various form of family dan sejumlah isu lainnya.

SOGI kemudian menjadi isu yang banyak diperbincangkan dalam konferensi pemerintah disamping isu soal climate change.

Sikap Indonesia yang menolak istilah orientasi seksual dan identitas gender bersama dengan Iran, Rusia, Pakistan, Bangladesh dan Maldives juga menjadi perdebatan dalam konferensi. Para aktivis perempuan yang hadir dalam konferensi menganggap sikap pemerintah ini sebagai sebuah kemunduran.

Beberapa sikap pemerintah Indonesia yang mendapat tanggapan serius dari aktivis perempuan yaitu ketika Indonesia menolak pernyataan Australia mengenai hasil review ICPD, CEDAW, Viena Declaration of Human Rights. Indonesia mendukung Iran dan Pakistan, Rusia tidak sepakat dengan penggunaan istilah seks dan gender, orientasi seksual dan identitas gender.

Pemerintah Indonesia juga tidak setuju dengan istilah various form of families (keberagaman bentuk keluarga) dan mengusulkan penghapusan teks “perbedaan budaya, politik dan sistem sosial di dalam keberagaman bentuk keluarga”

Dan yang lainnya, pemerintah Indonesia mengganti istilah hak dan kesehatan seksual dan reproduksi menjadi kesehatan reproduksi dan seksual dan hak reproduksi

Sejumlah paragraf lain yang terdapat dalam konferensi ini, pemerintah Indonesia mendukung India mengubah istilah konflik menjadi konflik bersenjata yang bertentangan dengan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial. Indonesia selanjutnya menolak digunakannya istilah hak seksual yang diusulkan oleh Australia. Dan terakhir Indonesia menolak hak waris perempuan dalam masalah pertanahan.

Sejumlah catatan lain yang merupakan emerging isu yang tidak dibahas dalam forum pemerintah misalnya soal: menguatnya fundamentalisme agama di Indonesia dan menguatnya intervensi industri dalam berbagai kebijakan terhadap perempuan.

Konferensi Perempuan negara-negara Asia Pasifik ini sebelumnya juga didahului dengan konferensi yang dilakukan oleh CSO (Civil Society Organisation). CSO forum mengadakan acara konferensi di Bangkok pada 14-16 November 2014. Konferensi yang diadakan CSO Forum ini dilakukan untuk memberikan otokritik dan masukan kepada pemerintah atas pembangunan, persamaan dan pemerataan perempuan. Dalam CSO forum terdapat sejumlah evaluasi/ masukan yang belum ditetapkan oleh forum pemerintah, antaralain soal SOGI (Seksual Orientasi Gender Identity).

Kami melihat dialog yang terbuka dan melibatkan banyak pihak dibutuhkan agar pengambilan keputusan pemerintah pada isu-isu yang telah diadopsi pemerintah Indonesia mengimplementasikan penyelesaian yang dialami perempuan Indonesia.

Untuk itu kami memberikan pernyataan:

1. Meminta Kementerian Pemberdayaan Peremuan dan Perlindungan Anak untuk memperbaiki pola kerja sinergi antara kementerian lembaga dalam pelaksanaan hasil konferensi Beijing +20, serta memperkuat mekanisme kerjasama dengan organisasi perempuan dan kelompok feminist dalam menurunkan rekomendasi Beijing+20 di tingkat nasional dan lokal dengan menggunakan prinsip-prinsip genuine accountability.  

2. Meminta Kementerian Dalam Negeri untuk secara serious mereview kebijakan-kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas, yang secara jelas akan mengganggu pelaksanaan kesepakatan Beijing +20, serta menyerukan pada semua kementerian lembaga untuk membuat kebijakan yang komprehensif  dan konsisten dalam pemenuhan hak perempuan.

3. Meminta Kementerian Luar Negeri untuk secara holistik mengintegrasikan seluruh kesepakatan internasional seperti CEDAW, ICPD, dan Post 2015 Development Agenda, secara simulan bisa dijalankan secara sinergis dan simulatan dengan Beijing +20 

4. Memastikan Kementerian Luar Negeri untuk secara terbuka membangun dialog dengan organisasi perempuan dalam menjalankan diplomasi luar negeri yang mencerminkan semangat Nawacita dimana peran CSO menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan.

5. Meminta Presiden Indonesia, untuk membuka ruang bagi isu krusial lain seperti fundamentalisme yang menguat, Perda diskriminatif, SOGI, various form of family, menguatnya intervensi industri dalam berbagai kebijakan terhadap perempuan dan sejumlah isu lainnya, dengan membangun dialog dengan masyarakat sipil, agar kontektualisasi hasil outcome document bisa lebih menjawab tantangan nasional.

Issue: 
Partisipasi Publik dan Politik
kekerasan terhadap perempuan dibenarkan secara budaya (CVAW)
Hak-hak Tanah dan Ekonomi