Women's Empowerment and Leadership Development for Democratisation

230 Pemimpin Perempuan Hadiri Jambore Nasional

Published Date: 
Tuesday, January 26, 2016

[[{"type":"media","view_mode":"media_large","fid":"1152","attributes":{"alt":"","class":"media-image","height":"308","style":"display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;","title":"","typeof":"foaf:Image","width":"620"}}]]

Photo Credit: Tim Dokumentasi IWE (Krisnasari Yudhanti)

Dalam rilis yang diterima Obsessionnews, Jumat (6/11/2015) menjelaskan, para pemimpin perempuan yang terlibat dalam jambore nanti merupakan pemimpin dari sejumlah daerah di Indonesia, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Palembang, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Madura, Sulawesi Selatan.

Mereka adalah yang mewakili perempuan kelompok petani, perempuan pekerja  rumahan, perempuan pekerja rumah tangga, buruh gendong perempuan, dan perempuan yang hidup di lingkungan pesantren.

Risma Umar dari Institute for Women Empowerment (IWE) menyatakan bahwa pemimpin perempuan yang hadir dalam pertemuan ini adalah mereka yang selama 4 tahun terlibat dengan program Women’s Empowerment for Leadership Development and Democratization (WELDD)  yang merupakan mitra dari Institute for Women Empowerment (IWE).

Program ini bekerja bersama menciptakan pemimpin-pemimpin perempuan dalam berbagai konteks dan persoalan di Indonesia.

Program acara ini di latar belakangi oleh adanya diskriminasi berbasis gender dan kelas yang telah menciptakan kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai konteks situasi.

Berbagai kekerasan struktural yang dihadapi perempuan baik dalam mempertahankan sumber –sumber kehidupan ekonomi perempuan, baik tanah, kerja layak dan memperjuangkan keberagaman dan perdamaian telah memunculkan inisiatif dan strategi baru pemimpin perempuan dalam merespon situasi tersebut.

“Kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat,” ujar Risma.

Ini dipengaruhi, pertama, menguatnya fundamentalisme agama di beberapa wilayah berdampak semakin meningkatkan kekerasan terhadap perempuan, dan menjauhkan perempuan dari nilai-nilai pluralitas dan perdamaian

Kedua, kata Risma menambahkan, meningkatnya perampasan tanah yang disertai dengan penggusuran, rendahnya akses dan kontrol perempuan petani atas tanah pertanian, tidak adanya pengakuan sebagai pekerja dan perlindungan atas kerja layak bagi pekerja informal, terutama PRT, pekerja rumahan dan buruh gendong. Karena itu, solidaritas dan strategi baru menjadi kebutuhan penting bagi para pemimpin perempuan. (Popi Rahim)

 

Sumber berita: http://googleweblight.com/?lite_url=http://obsessionnews.com/230-pemimpi...

Issue: 
Partisipasi Publik dan Politik
Network Source: